..

Kamis, 31 Maret 2011

“SISTEM DAN STRUKTUR SOSIAL”

SISTEM SOSIAL
Salah satu pendekatan di dalam sosiologi yang menggali konsep sistem sosial adalah pendekatan fungsional struktural. Fungsional struktural memandang masyarakat seperti layaknya organisme biologis yang terdiri dari komponen-komponen atomistis dan memelihara hubungan integratif sistemik agar metabolisme kehidupan masyarakat tetap terjaga.
            Menurut Nasikun (1984) pendekatan fungsional struktural sebagaimana telah dikembangkan oleh Parson dan para pengikutnya, dapat dikaji melalui sejumlah asumsi dasar sebagai berikut.
1.      Masyarakat harus dilihat sebagai suatu sistem di mana di dalamnya terdapat
bagian-bagian yang saling berhubungan antara satu sama lain
2.      Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi antar bagian tersebut bersifat ganda dan interaktif
3.       Meskipun integrasi sosial sulit mencapai kesempurnaan, namun secara mendasar sistem sosial cenderung bergerak ke arah equilibrium yang bersifat dinamis; menanggapi perubahan- perubahan yang datang dari luar dengan kecenderungan memelihara agar perubahan yang terjadi di dalam system beserta akibatnya dapat diminimalisasi;
4.      Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketegangan dan penyimpangan- penyimpangan senantiasa terjadi, namun dalam jangka panjang keadaan tersebut akan berakhir pula melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses institusionalisasi
5.      Pada dasarnya, perubahan-perubahan sosial timbul melalui tiga macam kemungkinan yaitu (1) penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial itu terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar (extra system change), (2) pertumbuhan melalui proses diferensiasi struktural dan fungsional, dan (3) serta penemuan-penemuan baru oleh anggota-anggota masyarakat; dan
6.       Faktor penting yang memiliki kekuatan mengintegrasikan sistem sosial adalah konsensus antar anggota masyarakat tentang nilai-nilai tertentu. Setiap masyarakat, menurut pandangan fungsional struktural selalu memiliki tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip dasar tertentu yang mendapat keyakinan kuat dari sebagian besar anggota masyarakat dan dipercaya memiliki kebenaran mutlak. Sistem nilai tersebut bukan sekadar sumber kekuatan yang menyebabkan integrasi sosial, namun sekaligus merupakan unsur yang menstabilkan sistem sosial budaya tersebut. 

STRUKTUR SOSIAL
A. Definisi Struktur Sosial
Secara harfiah, struktur bisa diartikan sebagai susunan atau bentuk. Struktur tidak harus dalam bentuk fisik, ada pula struktur yang berkaitan dengan sosial. Menurut ilmu sosiologi, struktur sosial adalah tatanan atau susunan sosial yang membentuk kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Susunannya bisa vertikal atau horizontal.
Para ahli sosiologi merumuskan definisi struktur sosial sebagai berikut:
Ø   George Simmel: struktur sosial adalah kumpulan individu serta pola perilakunya.
Ø  George C. Homans: struktur sosial merupakan hal yang memiliki hubungan erat dengan perilaku sosial dasar dalam kehidupan sehari-hari.
Ø  William Kornblum: struktur sosial adalah susunan yang dapat terjadi karena adanya pengulangan pola perilaku undividu.
Ø   Soerjono Soekanto: struktur sosial adalah hubungan timbal balik antara posisi-posisi dan peranan-peranan sosial.
B. Ciri-ciri Struktur Sosial
1. Muncul pada kelompok masyarakat
Struktur sosial hanya bisa muncul pada individu-individu yang memiliki status dan peran. Status dan peranan masing-masing individu hanya bisa terbaca ketika mereka berada dalam suatu sebuah kelompok atau masyarakat.Pada setiap sistem sosial terdapat macam-macam status dan peran indvidu. Status yang berbeda-beda itu merupakan pencerminan hak dan kewajiban yang berbeda pula.
2. Berkaitan erat dengan kebudayaan
Kelompok masyarakat lama kelamaan akan membentuk suatu kebudayaan. Setiap kebudayaan memiliki struktur sosialnya sendiri. Indonesia mempunyai banyak daerah dengan kebudayaan yang beraneka ragam. Hal ini menyebabkan beraneka ragam struktur sosial yang tumbuh dan berkembang di Indonesia.
Hal-hal yang memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia adalah sbb: 
a. Keadaan geografis
Kondisi geografis terdiri dari pulau-pulau yang terpisah. Masyarakatnya kemudian mengembangkan bahasa, perilaku, dan ikatan-ikatan kebudayaan yang berbeda satu sama lain.
b. Mata pencaharian
Masyarakat Indonesia memiliki mata pencaharian yang beragam, antara lain sebagai petani, nelayan, ataupun sektor industri.
c. Pembangunan
Pembangunan dapat memengaruhi struktur sosial masyarakat Indonesia. Misalnya pembangunan yang tidak merata antra daerah dapat menciptakan kelompok masyarakat kaya dan miskin.

3. Dapat berubah dan berkembang
Masyarakat tidak statis karena terdiri dari kumpulan individu. Mereka bisa berubah dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman. Karenanya, struktur yang dibentuk oleh mereka pun bisa berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

C. Fungsi Struktur Sosial
1. Fungsi Identitas
Struktur sosial berfungsi sebagai penegas identitas yang dimiliki oleh sebuah kelompok. Kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan dalam latar belakang ras, sosial, dan budaya akan mengembangkan struktur sosialnya sendiri sebagai pembeda dari kelompok lainnya.
2.   Fungsi Kontrol
Dalam kehidupan bermasyarakat, selalu muncul kecenderungan dalam diri individu untuk melanggar norma, nilai, atau peraturan lain yang berlaku dalam masyarakat. Bila individu tadi mengingat peranan dan status yang dimilikinya dalam struktur sosial, kemungkinan individu tersebut akan mengurungkan niatnya melanggar aturan. Pelanggaran aturan akan berpotensi menibulkan konsekuensi yang pahit.
3. Fungsi Pembelajaran
Individu belajar dari struktur sosial yang ada dalam masyarakatnya. Hal ini dimungkinkan mengingat masyarakat merupakan salah satu tempat berinteraksi. Banyak hal yang bisa dipelajari dari sebuah struktur sosial masyarakat, mulai dari sikap, kebiasaan, kepercayaan dan kedisplinan.

D. Bentuk Struktur Sosial
Bentuk struktur sosial terdiri dari stratifikasi sosial dan diferensiasi sosial. Masing-masing punya ciri tersendiri.
1. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi berasal dari kata strata atau tingkatan. Stratifikasi sosial adalah struktur dalam masyarakat yang membagi masyarakat ke dalam tingkatan-tingkatan.Ukuran yang dipakai bisa kekayaan, pendidikan, keturunan, atau kekuasaan. Max Weber menyebutkan bahwa kekuasaan, hak istimewa dan prestiselah yang menjadi dasar terciptanya stratifikasi sosial.
Adanya perbedaan dalam jumlah harta, jenjang pendidikan, asal-usul keturunan, dan kekuasaan membuat manusia dapat disusun secara bertingkat. Ada yang berada di atas, ada pula yang menempati posisi terbawah.
Berdasarkan sifatnya, stratifikasi sosial dapat dibagi menjadi 2:
1.      Stratifikasi Sosial Tertutup
Adalah stratifikasi sosial yang tidak memungkinkan terjadinya perpindahan posisi
(mobilitas sosial)
2.      Stratifikasi Sosial terbuka
Adalah stratifikasi yang mengizinkan adanya mobilitas, baik naik ataupun turun.
Biasanya stratifikasi ini tumbuh pada masyarakat modern.

Bentuk-bentuk mobilitas sosial: 
a. Mobilitas Sosial Horizontal
Di sini, perpindahan yang terjadi tidak mengakibatkan berubahnya status dan kedudukan individu yang melakukan mobilitas.
b. Mobilitas Sosial Vertikal
Mobilitas sosial yang terjadi mengakibatkan terjadinya perubahan status dan kedudukan individu.
Mobilitas sosial vertikal terbagi menjadi 2:
v  Vertikal naik
Status dan kedudukan individu naik setelah terjadinya mobilitas sosial tipe ini.
v  Vertikal turun
Status dan kedudukan individu turun setelah terjadinya mobilitas sosial tipe ini.
c. Mobilitas antargenerasi
Ini bisa terjadi bila melibatkan dua individu yang berasal dari dua generasi yang berbeda.
d. Stratifikasi Sosial Campuran
Hal ini bisa terjadi bila stratifikasi sosial terbuka bertemu dengan stratifikasi sosial tertutup. Anggotanya kemudian menjadi anggota dua stratifikasi sekaligus. Ia harus menyesuaikan diri terhadap dua stratifikasi yang ia anut.
Menurut dasar ukurannya, stratifikasi sosial dibagi menjadi:
a. Dasar ekonomi
Berdasarkan status ekonomi yang dimilikinya, masyarakat dibagi menjadi:
§  Golongan Atas
Termasuk golongan ini adalah orang-orang kaya, pengusaha, penguasan atau orang
yang memiliki penghasilan besar.
§  Golongan Menengah
Terdiri dari pegawai kantor, petani pemilik lahan dan pedagang.;
§  Golongan Bawah
Terdiri dari buruh tani dan budak.
b. Dasar pendidikan
Orang yang berpendidikan rendah menempati posisi terendah, berturut-turut hingga orang yang memiliki pendidikan tinggi.
c. Dasar kekuasaan
Stratifikasi jenis ini berhubungan erat dengan wewenang atau kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang. Semakin besar wewenang atau kekuasaan seseorang, semakin tinggi strata sosialnya. Penggolongan yang paling jelas tentang stratifikasi sosial berdasarkan kekuasaan terlihat dalam dunia politik.
Dampak adanya stratifikasi sosial:
a. Dampak Positif
Orang yang berada pada lapisan terbawah akan termotivasi dan terpacu semangatnya untuk bisa meningkatkan kualitas dirinya, kemudian mengadakan mobilitas sosial ke tingkatan yang lebih tinggi.
b. Dampak Negatif
Dapat menimbulkan kesenjangan sosial
B. Diferensiasi Sosial
Menurut Soerjono Soekanto, diferensiasi sosial adalah penggolongan masyarakat atas perbedaan-perbedaan tertentu yang biasanya sama atau sejajar. Jenis diferensiasi antara lain:
a. Diferensiasi ras
Ras adalah su8atu kelompok manusia dengan ciri-ciri fisik bawaan yang sama. Secara umum, manusia dapat dibagi menjadi 3 kelompok ras, yaitu Ras Mongoloid, Negroid, dan Kaukasoid. Orang Indonesia termasuk dalam ras Mongoloid.
b. Diferensiasi suku bangsa
Suku bangsa adalah kategori yang lebih kecil dari ras. Indonesia termasuk negara dengan aneka ragam suku bangsa yang tersebar dari Pulau Sumatera hingga papua.

c. Diferensiasi klen
Klen merupakan kesatuan keturunan, kepercayaan, dan tradisi. Dalam masyarakat Indonesia terdapat 2 bentuk klen utama, yaitu:
a. Klen atas dasar garis keturunan ibu (matrilineal)
Contohnya yang terdapat pada masyarakat Minangkabau.
b. Klen atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal)
Contohnya yang terdapat pada masyarakat Batak.
d. Diferensiasi agama
Di Indonesia kita mengenal agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghuchu, dan kepercayaan lainnya.
e. Diferensiasi profesi
Masyarakat biasanya dikelompokkan atas dasar jenis pekerjaannya.
f. Diferensiasi jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, masyarakat dibagi atas laki-laki dan perempuan yang memiliki derajat yang sama.

STRUKTUR SOSIAL BUDAYA, PRANATA SOSBUD,
DAN PROSES SOSIAL BUDAYA

Struktur Sosial Budaya

1. Struktur sosial: pola perilaku dari setiap individu masyarakat yang tersusun sebagai suatu sistem
2. Masyarakat mrp suatu sistem sosial budaya terdiri dari sejumlah orang yang berhubungan secara timbal balik melalui budaya tertentu.
3. Setiap individu mempunyai ciri dan kemampuan sendiri, perbedaan ini yang menyebabkan timbulnya perbedaan sosial.
4. Perbedaan sosial bersifat universal, ini berarti perbedaan sosial dimiliki setiap masyarakat dimanapun.
5. Perbedaan dalam masyarakat seringkali menunjukkan lapisan-lapisan yang bertingkat.
6. Lapisan yang bertingkat dalam masyarakat disebut Stratifikasi sosial
7. Ukuran yang digunakan untuk menggolongkan penduduk dalam lapisan-lapisan tertentu yaitu:
a) Ukuran kekayaan (kaya miskin, tuan tanah penyewa, )
b) Ukuran kekuasaan (penguasa/ dikuasai) penguasa punya wewenang lebih tinggi
c) Ukuran kehormatan (berpengarug / terpengaruh) ukuran ini ada di masyarakat tradisional(pemimpin informal)
d) ukuran ilmu pengetahuan (golongan cendekiawan/ rakyat awam

Sabtu, 26 Maret 2011

SISTEM PEMASARAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman kentang merupakan komoditas sayuran yang mendapat prioritas utama dalam pengembangannya, karena dapat mendatangkan keuntungan yang tinggi bagi yang membudidayakannya. Prospek ke arah agribisnis kentang di Indonesia makin cerah, karena Indonesia memiliki potensi yang baik untuk mengembangkan usaha budidaya kentang. Sistem pemasaran yang efisien merupakan salah satu faktor yang menentukan keiginan petani untuk meningkatkan produktifitas komoditi yang ditanamnya. Sehingga dari penelitian ini akan diketahui fungsi-fungsi pemasaran apa saja yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dan juga tingkat efisiensi dari setiap saluran pemasaran.
    Penelitian ini dilakukan pada beberapa petani kentang di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Metode yang digunakan adalah random sampling, dengan 30 responden. Sedangkan pengambilan contoh untuk lembaga pemasaran dilakukan dengan metode snowball sampling.
    Setiap lembaga pemasaran kentang melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda-beda. Marjin pemasaran kentang pada saluran pemasaran 1,2,3, dan 4 berturut-turut adalah Rp. 1650/kg, Rp. 1900/kg, Rp. 1200/kg, dan Rp. 1100/kg. Sedangkan untuk nilai efisiensi pemasaran kentang pada saluran pemasaran 1,2,3, dan 4 berturut-turut adalah 2,99; 4,56; 5,05; dan 3,11. Hal ini menunjukkan bahwa semua saluran pemasaran kentang yang ada sudah efisien.






BAB II
PEMBAHASAN

Pola pemasaran kentang cenderung bersifat musiman. Panen raya kentang terjadi pada bulan April, Juli-Agustus, dan November. Pada musim-musim raya tersebut volume perdagangan dapat mencapai 2 ton/hari, sedang pada bulan-bulan biasa hanya mencapai 500 kg/hari. Biasanya pada musim kemarau petani mengurangi jumlah tanaman pada lahan yang sama, untuk mengurangi resiko kegagalan panen yang disebabkan oleh musim. Di tingkat pembelian dari petani, kentang belum diklasifikasikan menurut mutu/besar kecilnya kentang.
            Pada umumnya para pedagang/agen kentang membeli kentang dari petani di kebun, dengan harga sama untuk semua mutu secara campuran. Posisi petani dalam menentukan harga sangat rendah. Pada waktu panen langsung dipotong dengan jumlah pinjaman, dan petani sama
sekali tidak mengetahui berapa harga kentang di pasar. Petani hanya dapat menerima harga yang ditetapkan pedagang. Seorang petani mengatakan bahwa dia sangat sungkan untuk menanyakan harga kentang kepada agen langganannya.
            Kemudian kentang tersebut langsung dijual kepada para toke (eksportir). Di tingkat toke inilah kentang baru disortir oleh “Aron” berdasarkan besar kecilnya kentang, yaitu kelas super/jumbo, A,B, dan C dengan upah Rp 8.000/hari. Diperkirakan kelas super dapat mencapai harga Rp 3000,-/kg, kelas A seharga Rp 2400,-/kg, kelas B Rp 2000/kg. Di tingkat petani harga jual per bulan relatif stabil, yaitu sekitar Rp 1500,-/kg. Dengan demikian marjin yang diterima toke dari grading cukup besar, karena 60 persen dari kentang yang dibeli dari petani terdiri dari kelas super.
            Bagi para “agen” pada umumnya sudah mempunyai pemasok kentang, yaitu petani, dan begitu pula sudah mempunyai langganan “Toke”. Seorang pedagang kecil mengaku mempunyai pelanggan petani pemasok kentang sebanyak 10 petani, dan pelangan toke sebanyak 2 toke di Brastagi. Kepada petani pemasok kentang diberikan pinjaman kurang lebih sebanyak Rp 500.000,- sampai Rp 2.000.000,-, yang dipotong pada saat panen kentang.
            Petani yang menjadi pelanggan, pada umumnya mengusahakan kentang seluas 1 hektar atau lebih. Dengan mempunyai pelanggan toke, para agen kentang/pedagang pengumpul merasa
tidak mendapat kesulitan untuk menjual/memasarkan kentang-kentang yang dikumpulkan dari
petani. Selain sebagai pedagang/agen kentang, juga sebagai pedagang bibit kentang untuk dijual ke luar propinsi, yaitu ke Kerinci, Sumatera Barat, dan Liwa, Kabupaten Lampung. Bibit kentang dibeli dari petani seharga Rp 800,-/kg, dan selanjutnya diproses selama empat bulan di gudang dengan di beri obat-obatan supaya tidak busuk. Setelah siap jadi bibit ada pedagang tersendiri yang mengambil di gudang, selanjutnya dijual ke daerah pemasaran. Dari hasil penjualan kentang para agen mengaku mendapat keuntungan bersih sebesar Rp 50,-/kg.
            Selanjut-nya para toke-lah yang mengekspor/menjual ke pasar bebas. Terdapat tiga kategori “agen” kentang yaitu kecil, menengah dan besar. Para agen besar pada umumnya mempunyai gudang penyimpanan/pegudang. Di dalam satu desa dapat ditemui 10 pegudang. Para pegudang mempunyai pola perdagangan yang jauh berbeda dengan para agen/pedagang pengumpul kecil. Di dalam satu desa dapat beroperasi sebanyak 6 pegudang. Untuk menjadi pegudang diperlukan modal yang cukup banyak, yaitu sebesar Rp 300.000.000/ tahun. Bagi petani yang tidak dapat bermitra dengan pedagang/agen/pegudang, ternyata tidak mengalami kesulitan dalam hal pemasaran. Hal ini disebabkan meskipun lokasi penanaman kentang relatif jauh dengan pasar, namun fasilitas transportasi baik yang berupa jalan maupun sarana angkutan
cukup bagus. Dengan demikian hampir setiap hari para pedagang bebas, mendatangi lokasi
petani untuk membeli kentang maupun sayuran yang lain.
            Sebagian besar kentang dijual petani ke pedagang desa dan kecamatan, baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Volume penjualan ke pedagang kecamatan rata-rata 10 - 11 ton per petani/musim, lebih besar dibanding volume penjualan ke pedagang desa yang hanya mencapai 5 - 6 ton per petani per musim. Sebagian besar kentang dijual dengan cara ditimbang, dan belum dilakukan grading. Selain itu terdapat pula kentang yang dijual dengan cara tebasan, namun kasusnya relatif sedikit. Cara pembayaran kentang lebih banyak yang dilakukan dengan cara panjar, terutama pada petani yang tidak melakukan kemitraan.Sedang pada petani yang bermitra, kasus pembayaran dilakukan baik dengan cara tunai, panjar, maupun konsinyasi. Bagi mitra yang relatif kuat permodalan-nya, cenderung membayar secara tunai, namun bagi mitra yang dalam level sedang cenderung melakukan secara konsinyasi. Cara pembayaran dengan sistem panjar, umumnya dilakukan mitra untuk memperoleh pasokan yang kontinyu.
Terdapat seorang eksportir yang menguasai agribisnis kentang mulai dari produsen
sampai ke pengguna dengan volume ekspor 40 ton per bulan. Bahkan pada tahun 1990 - 1996
dapat mencapai 6000 ton per bulan.
Pola kemitraan yang terdapat pada komoditi kentang sebagian besar adalah kemitraan antara petani dengan pedagang kentang, yang sudah berjalan selama 5 tahun (Tabel 2). Sedang kemitraan antara petani dengan pedagang saprodi relatif sangat sedikit, terutama terjadi pada musim kemarau dan baru berjalan selama 3 tahun. Para petani yang dapat menjalin kemitraan pada umumnya petani yang memiliki atau menguasai lahan yang relatif luas (lebih dari 1 ha). Hal ini merupakan salah satu syarat yang tidak tertulis dan ditentukan mitra, untuk menjamin kelangsungan pasokan mitra (agen) kepada para toke (eksportir).
Tabel 2
Level Pedagang
Volume Usaha
(kg)
Jumlah Modal & pinjaman (Rp.000)
Tipe Kemitraan
Jumlah Mitra
(petani)
Jangkauan
Mitra
Lokasi Pemasaran
Kecil (agen)
500-2000
10.000-15.000
A (Petani – Agen - Toke)
10-20 dengan lahan 1 ha
Antardesa
Brastagi
Kabanjahe
Besar   
(pedagang)
2000-6000
300.000
A (Petani – Pegudang -Toke)
20-40 dengan lahan >2 ha
Antardesa
Brastagi
Medan
Toke
(pengekspor)
>10000
1.000.000
A (Pegudang/Agen-Toke Pengimpor)
20-40 pegudang/agen
Kecamatan / Kabupaten
Singapore
Malaysia

Fluktuasi harga yang relatif tinggi pada komoditas sayuran, misalnya pada tanaman kentang, pada dasarnya terjadi akibat kegagalan petani dan pedagang sayuran dalam mengatur volume pasokannya sesuai dengan kebutuhan konsumen. Kondisi demikian dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Pertama, produksi sayuran cenderung terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu saja. Struktur produksi yang tidak kondusif bagi stabilitas harga karena jika terjadi anomali produksi (misalnya gagal panen akibat hama atau lonjakan produksi akibat pengaruh iklim) di salah satu daerah sentra produksi maka akan berpengaruh besar terhadap keseimbangan pasar secara keseluruhan.
2. Kedua, struktur produksi yang terkonsentrasi secara regional diperparah pula oleh pola produksi yang tidak sinkron antar daerah produsen. Setiap daerah produsen sayuran umumnya memiliki pola produksi bulanan yang relatif sama sehingga total produksi sayuran cenderung terkonsentrasi pada bulan-bulan tertentu. Konsentrasi produksi secara temporer tersebut misalnya dapat disimak pada pola produksi kentang dan kubis di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang menyumbang sekitar 90 persen dan 78 persen produksi nasional. Di keempat provinsi tersebut sekitar 60-65 persen produksi kentang dan kubis hanya dihasilkan pada bulan Januari hingga Mei sehingga pada bulan-bulan tersebut harga kedua komoditas tersebut cenderung mengalami penurunan tajam.
3. Ketiga, permintaan komoditas sayuran umumnya sangat sensitif terhadap perubahan kesegaran produk. Sementara itu komoditas sayuran umumnya relatif cepat busuk sehingga petani dan pedagang tidak mampu menahan penjualannya terlalu lama dalam rangka mengatur volume pasokan yang sesuai dengan kebutuhan pasar, karena hal itu dapat berdampak pada penurunan harga jual yang disebabkan oleh penurunan kesegaran produk. Konsekuensinya adalah pengaturan volume pasokan yang disesuaikan dengan kebutuhan konsumen tidak mudah dilakukan karena setelah dipanen petani cenderung segera menjual hasil panennya agar sayuran yang dipasarkan masih dalam keadaan segar.
4. Keempat, untuk dapat mengatur volume pasokan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen maka dibutuhkan sarana penyimpanan yang mampu mempertahankan kesegaran produk secara efisien. Namun ketersediaan sarana penyimpanan tersebut umumnya relatif terbatas akibat kebutuhan investasi yang cukup besar sedangkan teknologi penyimpanan sederhana yang dapat
diterapkan oleh petani sangat terbatas.

Biaya pemasaran komoditas pertanian pada umumnya meliputi lima komponen yaitu : biaya pengangkutan, biaya penyimpanan, biaya sortasi dan grading, biaya risiko usaha dan keuntungan pedagang. Di antara kelima komponen biaya tersebut biaya pengangkutan biasanya paling besar karena produk pertanian umumnya bersifat kamba (voluminous). Biaya pengangkutan tersebut
dapat bervariasi menurut jenis komoditas dan tergantung pada sifat kamba komoditas yang dipasarkan dan jarak pengangkutan dari daerah produsen ke daerah konsumen. Variasi jarak pengangkutan biasanya tidak hanya berpengaruh terhadap besarnya biaya sewa alat pengangkutan saja tetapi juga memiliki pengaruh terhadap komponen biaya pengangkutan lainnya seperti biaya
pengepakan, retribusi pengangkutan, risiko kerusakan dan penyusutan volume selama proses pengangkutan.