..

Rabu, 12 Desember 2012

Cikal Bakal Korupsi

Cikal Bakal Korupsi


Kautilya seorang Perdana Menteri di India pernah menulis dalam bukunya yang berjudul “Arthastra” yang membahas korupsi lebih dari 2000 tahun yang lalu. Kalimatnya yang sangat terkenal dan cukup banyak dikutip, “Just as it is impossible not to taste the honey (or the poison) that finds itself at the tip of the tongue, so it is impossible for a government servant not to eat up, at least, a bit of the king’s revenue.”

Tindakan korupsi di Indonesia sudah mulai muncul pada era sebelum Indonesia merdeka. Tindakan ini tiada hentinya sampai sekarang, dan pada dahulunya korupsi muncul didorong oleh motif kekuasaan, kekayaan dan wanita. Jika kita melihat sejarah negara Indonesia dimana pada masa sistem kerajaan, banyak di suatu kerajaan yang saling merebut kekuasaan di kerajaan itu, salah satunya yaitu di kerajaan Singosari terjadi perebutan kekuasaan sampai tujuh keturunan saling membalas dendam berebut kekuasaan hingga terjadinya beberapa kali peralihan kekuasaan di Nusantara telah mewarnai Sejarah Korupsi dan Kekuasaan di Indonesia.

Pada masa kolonialisme, Belanda memahami betul akar dari tindakan korupsi yang tumbuh subur pada bangsa Indonesia, maka melalui politik “Devide et Impera” mereka dengan mudah menaklukkan Nusantara. Namun, bagaimanapun juga sejarah Nusantara dengan adanya intervensi dan penetrasi Barat, rupanya tidak jauh lebih parah dan penuh tindak kecurangan, perebutan kekuasaan yang tiada berakhir, serta berintegrasi seperti sekarang. Gelaja korupsi dan penyimpangan kekusaan pada waktu itu masih didominasi oleh kalangan bangsawan, sultan dan raja, sedangkan rakyat kecil nyaris belum mengenal atau belum memahaminya.

Jika kita lihat dari sejarahnya sampai keadaan sekarang bahwa tindakan korupsi itu sudah merupakan tradisi atau budaya bagi warga Indonesia yang diwariskan secara turun temurun. Korupsi sudah seperti kebiasaan bagi rakyat Indonesia dan sudah membaur dalam kehidupan sosial masyarakat. Tetapi korupsi ini menjadi lawan berat bagi masyarakat sendiri hingga sampai saat ini karena berdampak besar terhadap kehidupan.

Permasalahan korupsi memang bukan hal yang baru bagi kita sekarang. Banyak cerita sejarah yang bisa dibaca dan dituliskan bahwa korupsi itu selalu ada dalam setiap pemerintahan. Fakta yang tidak terbantahkan bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia bukanlah hal yang baru. Banyak Team atau Lembaga dibentuk untuk memberantas korupsi, mulai dari tahun 1957 an sampai masa pemerintahan SBY-Budiono sekarang ini. Banyak peraturan dilahirkan untuk memberantas korupsi, tetapi Indonesia tetap tercatat sebagai salah satu Negara yang sangat korup di dunia. Dalam catatan Transparansi Internasional misalnya, sejak tahun 1998 Indonesia termasuk Negara yang meraih posisi 10 besar Negara terkorup di dunia.

Masalah korupsi barangkali telah sama sejarahnya dengan sejarah manusia itu sendiri. Demikian pula perjuangan untuk menentangnya, juga tidak kurang lamanya dalam sejarah manusia itu. Namun korupsi dalam bentuk dan ruang lingkupnya seperti sekarang ini, dengan bentuk, rupa, dan cara yang kita hadapi sekarang ini, mungkin belum pernah ada dalam sejarah umat manusia sebelumnya. Sekarang, korupsi dapat menjatuhkan sebuah rezim dan bahkan juga dapat menyengsarakan suatu bangsa.

Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini sudah dalam posisi yang sangat akut dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan Negara maupun dari segi kualitas semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek masyarakat.

Hampir tidak akan ada orang yang akan mengatakan setuju terhadap praktek korupsi, karena sangat bertentangan dengan segala nilai luhur yang dimiliki manusia. Memang, masih ada orang yang dapat memahami gejala korupsi itu, apabila kita memandangnya dari segi gaji resmi pegawai negeri yang amat tidak mencukupi, sehingga mereka menghalalkan cara-cara lain untuk bisa menutup kebutuhan-kebutuhan tersebut.

Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Dengan demikian, jika menggunakan sudut pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan.
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat () terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan.

Meningkatnya tindakan korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara. Pada keadaan ini, inefisiensi terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namun disertai dengan maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif misalnya perbaikan kondisi yang semakin tertata, namun justru memberikan negatif value added bagi perekonomian secara umum.

Dengan melihat maraknya tindak korupsi di Indonesia perlu bagi kaum muda penanaman nilai-nilai anti korupsi. Nilai-nilai anti korupsi yang perlu ditanamkan pada kaum muda meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggungjawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik.